Bumi sudah ada sebelum manusia. Usia bumi sudah jutaan tahun, sementara sejarah tercatat manusia baru berusia ribuan tahun. Dalam keadaan yang tidak tertahankan untuk manusia bertahan hidup, bumi masih akan ada walaupun pada akhirnya nanti bumi akan menjadi planet mati (menurut ilmu astronomi-jutaan tahun mendatang).
Boleh dikatakan manusia hidup menumpang ke bumi, maka sudah sepantasnya manusia “menyesuaikan diri dan hidupnya” kepada bumi. Bukan sebaliknya! Memaksakan kehendak, semena-mena terhadap bumi dengan alasan pembangunan dan ekonomi! Hanya ada 1 bumi di alam semesta. Tempat tinggal satu-satunya yang aman dan nyaman bagi umat manusia.
Perilaku manusia yang terus merusak bumi, hidup tanpa penghormatan kepada alam, mulai harus dibayar dengan mahal. Di bumi Indonesia pun sudah terjadi anomali iklim. Kita di Jakarta mulai merasakan tiupan angin lebih kencang di saat hujan besar (pernah merobohkan billboard iklan besar, menumbangkan pohon-pohon di pinggir jalan hingga menimpa pengendara kendaraan bermotor, tiupan angin puting beliung mulai sering terjadi merusak gedung dan rumah-rumah); sinar matahari dari tahun ke tahun terasa lebih menyengat.
Saat musim hujan kita “biasa” menghadapi banjir, tetapi di musim panas kita masih terheran-heran melihat banyak sumur air masyarakat di berbagai tempat kehabisan sumber airnya. Banyak orang tidak sadar, kebiasaan membuat sumur air sampai puluhan meter dalamnya memperburuk keadaan. Bahkan ada yang menggali sampai 50 meter hanya untuk keperluan sebuah rumah!
Pernah mendengar sebutan: “Indonesia negara pemilik septic tank terbesar di dunia?”. Setiap rumah memiliki septic tank. Terkadang jarak septic tank dengan sumber air di rumah tersebut atau pun tetangganya tidak layak karena rawan tercemar. Wabah diare kerap kita alami, baik di perumahan kumuh maupun orang-orang berada.
Kehidupan manusia modern semakin mengingkari pentingnya memikirkan dan menghormati alam. Perluasan lahan untuk pembangunan perumahan /pertokoan /perkantoran tanpa memperhitungkan porsi penghijauan, pengaturan pemakaian air dan pembuangan kotoran tidak dilakukan dengan bijak, kesadaran kebanyakan orang yang kurang karena merasa tanah yang sudah dibelinya boleh diperlakukan sesuka hati. Kebiasaan hidup konsumtif dan ingin semua serba praktis pun ternyata ikut “menyumbang” semakin rusaknya alam. Karena industri semakin rakus membuang emisi CO2-nya ke alam. Semakin besar permintaan, semakin besar industri berkembang.
Kita harus mengubah pola pikir karena hidup kita hanya sementara. Masa depan bumi adalah untuk anak cucu kita. Marilah kita mulai membatasi diri dengan berkata “cukup”. Bersikap bijak memanfaatkan bumi tanpa merusaknya. Mulai bersikap kritis terhadap aturan-aturan pemerintah yang belum mengatur kehidupan perkotaan yang semakin kompleks. Tidak lagi berpikir hanya untuk diri sendiri, tapi untuk kepentingan banyak orang. Karena kita mahluk sosial, tidak bisa hidup sendiri. Apa pun yang diclaim orang bahwa karena punya uang dia bisa hidup individual; dalam kehidupan ditemukan fakta bahwa hidup tanpa berkomunikasi dengan orang lain dalam jangka waktu panjang akan membuat seseorang kehilangan kewarasannya! Terimalah kenyataan itu! Manusia dapat hidup “sehat” jiwanya apabila masih ada manusia lain di sekitarnya!
Karena tanpa merusak bumi pun kita sudah menghadapi resiko sifat alam yang tidak bisa dijinakkan dan diramalkan. Tidak ada satu pun tempat di bumi ini yang aman sentosa sejahtera tidak akan terkena bencana alam! Sudah sering kita dengar bumi tersusun dari lapisan tektonik yang terus bergerak. Tanpa manusia merusaknya, bumi pun bergerak menurut kodratnya. Kita manusia adalah debu kecil di kekuatannya. Tidak akan ada ampun, tidak akan ada kasihan saat alam murka! There’s no escaping the wrath of mother nature! Sampai hari ini pun ilmu pengetahuan manusia belum dapat memprediksi secara tepat, kapan akan terjadi suatu bencana alam (gempa bumi /gunung meletus /tsunami dll). Bukankah sebaiknya tidak menambah segala persoalan itu dengan membuat bencana itu datang kepada kita karena kecerobohan dan kesembronoan beralasankan pembangunan yang tidak bijak?
Selasa, April 27, 2010
Hidup Selaras dengan Alam : 1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar