Oleh: Limantina sihaloho
Pertama kali saya tinggal di Amerika (2002/3), salah satu hal yang membuat saya terheran-heran adalah melihat betapa gemuknya sebagian warga Amerika. Saya perkirakan, lebih dari separoh warga Amerika pada saat itu mengalami obesitas, kelebihan berat badan. Gemuk mereka itu melar, tidak menarik dan melihat saja membuat saya merasa lelah. Tentu saja, sumber utama mengapa mereka gemuk adalah konsumsi daging yang tinggi; daging yang berasal dari peternakan-peternakan di negeri itu yang besar tidak secara alami pula. Plus, mereka tidak makan sayur sebanyak orang Indonesia. Hehe…! Orang-orang kaya (kelas atas) dan berpendidikan di Amerika biasanya menjaga kesehatan mereka jauh lebih baik daripada kelas menengah ke bawah. Yang paling banyak menderita obesitas kelas menengah ke bawah. Saya pun heran mengapa orang-orang yang berpendidikan setingkat sarjana sekalipun, bisa berbadan melar dan jalan harus lambat-lambat karena beban badan yang begitu berat.
Saya sendiri tidak makan daging dalam 13 tahun terakhir ini. Saya menulis soal daging ini bukan terutama karena saya tidak makan daging. Kebetulan salah satu hal penting yang dibahas oleh Hiromi Shinya dalam The Miracle of Enzyme adalah tidak penting manusia makan daging. Saya sendiri sudah lama mengetahui tentang hal ini dan membuktikan sendiri bahwa itu memang benar melalui pengalaman saya. Ada banyak buku yang membahas tentang vegetarian; juga ada banyak informasi tentang vegetarian di internet. Leo Tolstoy, pengarang Rusia yang terkenal itu membahas tentang vegetarian dalam salah satu tulisannya; dia sendiri seorang vegetarian.
Saya senang membaca komentar Claudy Yusuf, seorang siswa SMA yang menceritakan dalam kolom komentar postingan saya sebelum ini bahwa di sekolahnya baru saja berlangsung seminar tentang global warming. Claudy mengatakan 70% penyebab global warming adalah peternakan. Saya jadi ingat apa yang terjadi pada Chico Mendes, aktivis lingkungan Brazil yang mati ditembak karena mengancam ekspansi peternakan sapi yang sebagian besar merupakan milik pemodal asal Amerika.
Sapi makan rumput atau biji-bijian kalau mereka berada di peternakan. Ayam dan ternak lainnya juga begitu kan: makan biji-bijian. Kalau kita sadar dan agak cerdas sikik, hehe, ngapain pula kita harus makan biji-bijian yang kaya protein dan berbagai zat yang kita perlukan lewat sapi atau ternak lainnya seperti ayam? Mengapa kita tak makan langsung biji-bijian itu? Iya kan?
Untuk menghasilkan satu kg daging, perlu sekitar 10 kg atau lebih biji-bijian. Itulah yang selama ini terjadi. Para peternak sapi dan ternak lainnya menghabiskan banyak biji-bijian yang kita punya di planet ini untuk ternak-ternak mereka lalu mereka jual daging dan produk ternak dengan harga yang mahal. Mereka bisa jual murah sebab mereka sudah menemukan berbagai cara untuk bisa memperbesar ternak secara tidak alami lagi. Ayam bisa besar dalam beberapa minggu saja. Sangat berbeda dengan ayam kampung yang hidup secara alami.
Salah satu penyebab kelaparan di dunia adalah sistem pembagian dan distribusi pangan yang tidak adil. Kalau manusia secara sadar memilih untuk makan biji-bijian dan sayur-sayuran sebagai menu utama kita dapat mengurangi tingkat kelaparan secara global secara signifikan: memberikan langsung biji-bijian kepada manusia bukan kepada hewan/ternak. Biarkan ternak makan rumput sebab alam memang mendesain ternah makan rumput alami.
Pengrusakan hutan demi peternakan merupakan satu bencana; kita kehilangan flora dan fauna hutan; bumi semakin panas. Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor daging sapi. Ini lucu mengingat Indonesia adalah negeri agraris di mana sekitar 80% penduduknya adalah petani.
Peternakan-peternakan yang ada di dunia di mana pun itu boros air; sangat boros air. Ini memperihatinkan mengingat di berbagai tempat telah terjadi kekeringan dan orang mencari air minum saja sudah payah. Sumber-sumber mata air semakin berada dalam kondisi yang membahayakan sementara dalam waktu yang sama hutan-hutan kita di dunia terus berkurang luasnya untuk peternakan dan perkebunan.
Mentalitas yang salah: mengira makan daging itu lebih bergengsi daripada makan tempe dan tahu. Padahal. di Amerika misalnya, harga tempe dan tahu jauh lebih mahal daripada harga daging. Di Indonesia ini memang masih sebaliknya. Ini membuat gengsi itu terus berada dalam benak sebagian masyarakat kita sampai ke tingkat yang bisa parah karena mengira tahu-tempe itu tak bergizi dan merupakan makanan orang miskin.
Pada tahun 70-an sudah ada laporan yang menarik tentang makanan dan kesehatan di Amerika - Laporan McGovern. Pada saat itu sudah mereka ketahui bahwa daging itu merupakan salah satu sumber penyakit manusia. Setelah penemuan ini, kelas atas Amerika merubah pola makan mereka; itu sebab mereka jauh lebih sehat daripada kelas menengah-bawah di sana yang menjadi sasaran produk-produk tinggi lemak dan makananan tidak alami yang menyebabkan mereka kegemukan dan rawan penyakit.
Indonesia memang belum separah Amerika dalam hal obesitas tetapi berbagai penyakit modern di sini sudah umum: stroke, diabetes, asam urat dan kegemukan juga sudah mulai terjadi.
Rabu, April 28, 2010
Mengapa Manusia Harus Makan Daging?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar